1 | Langkah yang harus dilakukan Pemohon (suami/kuasanya) :
|
---|---|
2 | Surat permohonan dapat dirubah sepanjang tidak mengubah posita dan petitum. Jika Termohon telah menjawab surat permohonan tersebut harus atas persetujuan Termohon. |
3 | Permohonan tersebut diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah:
|
4 | Permohonan tersebut memuat :
|
5 | Permohonan soal penguasaan anak, nafkah anak, nafkah istri dan harta bersama, dapat diajukan bersama-sama dengan permohonan cerai talak atau sesudah ikrar talak diucapkan (pasal 66 ayat (5) UU no 7 tahun 1989 yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006). |
6 | Membayar biaya perkara (pasal 121 ayat (4) HIR, 145 ayat (4) Rbg jo pasal 89 UU no 7 tahun 1989). Bagi yang tidak mampu, dapat berperkara secara cuma-cuma/prodeo (pasal 237 HIR, 273 Rbg). |
1 | Langkah yang harus dilakukan Penggugat (istri/kuasanya) :
|
---|---|
2 | Gugatan tersebut diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah :
|
3 | Gugatan tersebut memuat :
|
4 | Gugatan soal penguasaan anak, nafkah anak, nafkah istri dan harta bersama, dapat diajukan bersama-sama dengan gugatan atau sesudah putusan perceraian memperoleh kekuatan hukum tetap (pasal 66 ayat (5) UU no 7 tahun 1989 yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006). |
5 | Membayar biaya perkara (pasal 121 ayat (4) HIR, 145 ayat (4) Rbg jo pasal 89 UU no 7 tahun 1989 yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006. Bagi yang tidak mampu, dapat berperkara secara cuma-cuma/prodeo (pasal 237 HIR, 273 Rbg). |
6 | Penggugat dan Tergugat atau kuasanya menghadiri persidangan berdasarkan panggilan Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah. |
1 | Langkah yang harus dilakukan Penggugat (istri/kuasanya) :
|
---|---|
2 | Membayar biaya perkara (pasal 121 ayat (4) HIR, 145 ayat (4) Rbg jo pasal 89 UU no 7 tahun 1989 yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006). Bagi yang tidak mampu, dapat berperkara secara cuma-cuma/prodeo (pasal 237 HIR, 273 Rbg). |
3 | Penggugat dan Tergugat atau kuasanya menghadiri sidang pemeriksaan berdasarkan panggilan Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah (pasal 121, 124 dan 125 HIR, 145 Rbg). |
KETENTUAN UMUM | Gugatan Sederhana atau Small Claim Court adalah tata cara pemeriksaan di persidangan terhadap gugatan perdata dengan nilai gugatan materil paling banyak Rp 500 juta yang diselesaikan dengan tata cara dan pembuktiannya sederhana. Perbedaan gugatan sederhana dengan gugatan pada umumnya adalah nilai kerugian materiil yang lebih khusus ditentukan pada gugatan sederhana, yakni maksimal Rp 500 juta. Sedangkan pada gugatan pada perkara perdata biasa, nilai kerugian materiil tidak dibatasi besarnya. Di samping itu, gugatan sederhana ini diperiksa dan diputus oleh hakim tunggal dalam lingkup kewenangan peradilan umum. Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 4 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana diterbitkan bertujuan untuk mempercepat proses penyelesaian perkara sesuai asas peradilan sederhana, cepat, biaya ringan. Terbitnya Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 4 Tahun 2019 ini juga salah satu cara mengurangi volume perkara di Mahkamah Agung dan sebagai perubahan atas Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2015, serta diadopsi dari sistem peradilan small claim court yang salah satunya diterapkan di London, Inggris. |
---|
Gugatan sederhana Pasal 4 MA-RI No 4 Tahun 2019 |
|
---|
Tahapan penyelesaian gugatan sederhana | Gugatan sederhana diperiksa dan diputus oleh Hakim tunggal yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan. Penyelesaian gugatan sederhana paling lama 25 (dua puluh lima) hari sejak hari sidang pertama. Tahapan penyelesaian gugatan sederhana meliputi:
|
---|
ALUR GUGATAN SEDERHANA | Merujuk pada isi Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 4 Tahun 2019, maka Pemeriksaan Pendahuluan menjadi tahapan paling krusial karena di tahap ini, hakim berwenang menilai dan kemudian menentukan apakah perkara tersebut adalah gugatan sederhana. Di dalam Pemeriksaan Pendahuluan, apabila dalam pemeriksaan Hakim berpendapat bahwa gugatan tidak termasuk dalam gugatan sederhana, maka Hakim mengeluarkan penetapan yang menyatakan bahwa gugatan bukan gugatan sederhana, mencoret dari register perkara dan memerintahkan pengembalian sisa biaya perkara kepada penggugat. Terkait putusan akhir gugatan sederhana, para pihak dapat mengajukan keberatan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah putusan diucapkan atau setelah pemberitahuan putusan. Keberatan ini diputus majelis hakim sebagai putusan akhir, sehingga tidak tersedia upaya hukum banding, kasasi, atau peninjauan kembali. Disebutkan dalam Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 4 Tahun 2019 bahwa hakim wajib untuk berperan aktif dalam:
|
---|
Aspek | Cara Sederhana | Cara Biasa |
---|---|---|
Nilai gugatan | Paling banyak Rp500 juta | Lebih dari Rp200 juta |
Domisili para pihak | Penggugat dan tergugat berdomisili di wilayah hukum yang sama | Penggugat dan tergugat tidak harus berdomisili di wilayah hukum yang sama |
Jumlah para pihak | Penggugat dan tergugat masing-masing tidak boleh lebih dari satu, kecuali punya kepentingan hukum yang sama | Penggugat dan tergugat masing-masing boleh lebih dari satu |
Alamat tergugat | Harus diketahui | Tidak harus diketahui |
Pendaftaran perkara | Menggunakan blanko gugatan | Membuat surat gugatan |
Pengajuan bukti-bukti | Harus bersamaan dengan pendaftaran perkara | Pada saat sidang beragenda pembuktian |
Pendaftaran perkara, penunjukan hakim dan panitera sidang | Paling lama 2 hari | Paling lama hari |
Pemeriksa dan pemutus | Hakim tunggal | Majelis hakim |
Mediasi | Tidak ada | Ada |
Kehadiran para pihak | Penggugat dan tergugat wajib menghadiri setiap persidangan secara langsung (impersonal), meski punya kuasa hukum | Penggugat dan tergugat tidak wajib menghadiri setiap persidangan secara langsung (impersonal) |
Konsekwensi ketidakhadiran penggugat pada sidang pertama tanpa alasan yang sah | Gugatan dinyatakan gugur | Gugatan tidak dinyatakan gugur |
Pemeriksaan perkara | Hanya gugatan dan jawaban | Dimungkinkan adanya tuntutan provisi, eksepsi, rekonvensi, intervensi, replik, duplik, dan kesimpulan |
Batas waktu penyelesaian perkara | 25 hari sejak sidang pertama | 5 bulan |
Penyampaian putusan | Paling lambat 2 hari sejak putusan diucapkan | Paling lambat 7 hari sejak putusan diucapkan |
Upaya hukum dan batas waktu penyelesaiannya | Keberatan (7 hari sejak majelis hakim ditetapkan) | Banding (3 bulan), kasasi (3 bulan) dan peninjauan kembali (3 bulan) |
Batas waktu pendaftaran upaya hukum | 7 hari sejak putusan diucapkan atau diberitahukan | 14 hari sejak putusan diucapkan atau diberitahukan |
Kewenangan pengadilan tingkat banding dan MA | Tidak ada | Ada |
1 | Dalam waktu 14 hari setelah putusan diberitahukan (Pasal 129 (2) HIR). |
---|---|
2 | Sampai hari ke 8 setelah teguran seperti dimaksud Pasal 196 HIR; apabila yang ditegur itu datang menghadap. |
3 | Kalau tidak datang waktu ditegur sampai hari ke 8 setelah eksekutarial (pasal 129 HIR). (Retno Wulan SH. hal 26). |
Perlawanan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisah dengan gugatan semula. Oleh karena itu, perlawanan bukan gugatan atau perkara baru, tetapi tiada lain merupakan bantahan yang ditujukan kepada ketidakbenaran dalil gugatan, dengan alasan putusan verstek yang dijatuhkan, keliru dan tidak benar. Putusan MA No. 494K/Pdt/1983 mengatakan dalam proses verzet atas verstek, pelawan tetap berkedudukan sebagai tergugat dan terlawan sebagai Penggugat (Yahya Harahap, Hukum acara Perdata, hal. 407). |
1 | Pemeriksaan Berdasarkan Gugatan Semula | Dalam Putusan MA No. 938K/Pdt/1986, terdapat pertimbangan sebagai berikut :
|
---|---|---|
2 | Surat Perlawanan Sebagai Jawaban Tergugat Terhadap Dalil Gugatan | Berdasarkan Pasal 129 ayat (3) HIR, perlawanan diajukan dan diperiksa dengan acara biasa yang berlaku untuk acara perdata. Dengan begitu, kedudukan pelawan sama dengan tergugat. Berarti surat perlawanan yang diajukan dan disampaikan kepada PA, pada hakikatnya sama dengan surat jawaban yang digariskan Pasal 121 ayat (2) HIR. Kualitas surat perlawanan sebagai jawaban dalam proses verzet dianggap sebagai jawaban pada sidang pertama. (Yahya Harahap,Hukum acara Perdata, hal 409-410). |
1 | Permohonan banding harus disampaikan secara tertulis atau lisan kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iah dalam tenggang waktu :
|
---|---|
2 | Membayar biaya perkara banding (Pasal 7 UU No. 20 Tahun 1947, Pasal 89 UU No. 7 Tahun 1989). |
3 | Panitera memberitahukan adanya permohonan banding (Pasal 7 UU No. 20 Tahun 1947). |
4 | Pemohon banding dapat mengajukan memori banding dan Termohon banding dapat mengajukan kontra memori banding (Pasal 11 ayat (3) UU No. 20 Tahun 1947) |
5 | Selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah permohonan diberitahukan kepada pihak lawan, panitera memberi kesempatan kepada kedua belah pihak untuk melihat surat-surat berkas perkara di kantor pengadilan agama/mahkamah syar’iah (Pasal 11 ayat (1) UU No. 20 Tahun 1947). |
6 | Berkas perkara banding dikirim ke pengadilan tinggi agama/mahkamah syar’iah provinsi oleh pengadilan agama/mahkamah syar’iah selambat-lambatnya dalam waktu 1 (satu) bulan sejak diterima perkara banding. |
7 | Salinan putusan banding dikirim oleh pengadilan tinggi agama/mahkamah syar’iah provinsi ke pengadilan agama/mahkamah syar’iah yang memeriksa perkara pada tingkat pertama untuk disampaikan kepada para pihak. |
8 | Pengadilan agama/mahkamah syar’iah menyampaikan salinan putusan kepada para pihak. |
9 | Setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap maka panitera :
|
1 | Permohonan kasasi diteliti kelengkapan berkasnya oleh Mahkamah Agung, kemudian dicatat dan diberi nomor register perkara kasasi. |
---|---|
2 | Mahkamah Agung memberitahukan kepada Pemohon dan Termohon kasasi bahwa perkaranya telah diregistrasi. |
3 | Ketua Mahkamah Agung menetapkan tim dan selanjutnya ketua tim menetapkan Majelis Hakim Agung yang akan memeriksa perkara kasasi. |
4 | Penyerahan berkas perkara oleh asisten koordinator (Askor) kepada panitera pengganti yang menangani perkara tersebut. |
5 | Panitera pengganti mendistribusikan berkas perkara ke Majelis Hakim Agung masing-masing (pembaca 1, 2 dan pembaca 3) untuk diberi pendapat. |
6 | Majelis Hakim Agung memutus perkara. |
7 | Mahkamah Agung mengirimkan salinan putusan kepada para pihak melalui pengadilan tingkat pertama yang menerima permohonan kasasi. |
1 | Permohonan banding harus disampaikan secara tertulis atau lisan kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iah dalam tenggang waktu :
|
---|---|
2 | Mengajukan permohonan PK kepada Mahkamah Agung secara tertulis atau lisan melalui pengadilan agama/mahkamah syar’iah. |
3 | Pengajuan PK dalam tenggang waktu 180 hari sesudah penetapan/putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap atau sejak diketemukan bukti adanya kebohongan/bukti baru, dan bila alasan Pemohon PK berdasarkan bukti baru (Novum), maka bukti baru tersebut dinyatakan di bawah sumpah dan disyahkan oleh pejabat yang berwenang (Pasal 69 UU No. 14 Tahun 1985 yang telah diubah dengan UU No. 5 Tahun 2004). |
4 | Membayar biaya perkara PK (Pasal 70 UU No. 14 Tahun 1985 yang telah diubah dengan UU No. 45 Tahun 2004, Pasal 89 dan 90 UU No. 7 Tahun 1989). |
5 | Panitera pengadilan tingkat pertama memberitahukan dan menyampaikan salinan memori PK kepada pihak lawan dalam tenggang waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari. |
6 | Pihak lawan berhak mengajukan surat jawaban terhadap memori PK dalam tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal diterimanya salinan permohonan PK. |
7 | Panitera pengadilan tingkat pertama mengirimkan berkas PK ke MA selambat-lambatnya dalam tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari. |
8 | Panitera MA menyampaikan salinan putusan PK kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iah. |
9 | Pengadilan agama/mahkamah syar’iah menyampaikan salinan putusan PK kepada para pihak selambat-lambatnya dalam tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari. |
10 | Setelah putusan disampaikan kepada para pihak maka panitera :
|
Update Terbaru
Update Terbaru
Update Terbaru
Update Terbaru
Update Terbaru
Update Terbaru
Update Terbaru
Update Terbaru
Layanan PRIMA, Putusan BERKUALITAS ✨